Dalam perjalanan selalu ada cerita, yup benar saja.. Apalagi dengan perjalanan saya yang mungkin 70% saya lalui sendiri dengan menggunakan burung besi, atau kendaraan darat yang lain.
Cerita biasanya dimulai dari sesorang yang duduk di sebelah saya di pesawat, atau di bandara, atau bisa juga dari sopir taksi. Cerita-cerita luar biasa yang bisa membuka cakrawala pengetahuan bahkan menyadarkan tentang kerasnya kehidupan
Ada seorang ibu pegawai negeri sipil dengan 2 orang anak yang berkata pada saya, "Bener mbak, gak usah buru-buru nikah, nikmatin aja dulu masa muda", kata-kata yang muncul setelah saya menjawab pertanyaannya tentang umur dan status. Istimewa, karena 1 jam sebelumnya saya dinasehati untuk cepat menikah oleh istri teman saya.
Ada juga seorang pengusaha keturunan tionghoa, yang dengan keras mengingatkan saya untuk tidak membuka seat belt di pesawat jika dalam keadaan duduk, karena pengalamannya ketika mengalami turbulensi hebat hingga mampu membuat pecah kepala penumpang yang tidak memakai seat belt. Serem yaa...
Atau seorang bapak pekerja tambang, yang mengacungkan jempol kepada saya yang berani merantau jauh-jauh di Bontang tanpa sanak saudara ataupun famili. (Dalam hati sih, biasa aja kaleee....)
Dan yang paling unik adalah seorang sopir taksi yang membuat saya melupakan keruwetan lalu lintas Jakarta dengan ceritanya untuk berusaha keras berhenti jadi waria.
Itu hanya sekelumit, jika semuanya saya tulis dan terperinci mungkin sudah bisa jadi buku ber jilid-jilid. Yaa..pada dasarnya saya bukan orang yang ramah, bahkan terkesan ketus dan jutek dari luar, tapi banyak orang bercerita pada saya, mungkin sebagai salah satu media pembelajaran dari Tuhan kepada saya.
Belajar memaknai hidup yang indah maupun yang sedih, karena "It always has to be dark for the stars to appear"
Kamis, 22 Desember 2011
Selasa, 20 Desember 2011
Meja yang galau...
Di tengah tumpukan kertas-kertas berisi data permasalahan yang menunggu diselesaikan dan kertas kontrak setebal 31 halaman yang sulit diterjemahkan, terselip beberapa lembar tissue penyeka ingus saya pagi ini...
Sungguh meja yang galau...
*dan jorok hahahahahaha
Published with Blogger-droid v2.0.1
Minggu, 18 Desember 2011
Que Sera Sera
Sejak kecil saya adalah manusia yang terstruktur, sesuai cerita ibu saya, bahwa saya selalu mandi, makan dan tidur pada waktu yang hampir sama setiap hari bahkan menjadwalkan kapan waktu untuk main boneka atau bersepeda. Hm...Anak kecil yang sedikit nyentrik ya...
Tapi begitulah, pada tahun-tahun berikutnya setelah saya sekolah dan kuliah selalu ada rencana akan hal-hal yang saya lakukan 2 atau 3 hari ke depan. Life need a great planning but later I realize that a great planning is not enough.
Dalam rencana besar pasti didukung oleh rencana-rencana kecil, seperti mau berprofesi sebagai apa saya kelak, mau bekerja dimana, mau tinggal dimna, mau menikah di umur berapa, mau punya berapa anak, mau ini..mau itu... Ya..manusia kan memang butuh banyak maunya...tapi sejatinya seberapa bagus rencana itu, tidak akan lebih berharga dari sekedar lamunan jika tanpa keberanian.
Sampai suatu ketika saya bertemu dengan seorang "good planner" yang lain, yang memiliki tingkat analis resiko yang lebih baik dari saya, atau lebih mudahnya manusia yang bertipikal aman melebihi saya. Dan yang terjadi adalah rencana-rencana kami benar-benar sempurna menjadi sebuah master plan mega proyek tanpa target penyelesaian.
When I was young, I fell in love
I asked my sweetheart what lies ahead
Will we have rainbows, day after day
Here's what my sweetheart said.
Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.
The furture's not ours to see, sebuah ungkapan yang mungkin terlupa dari logika kami. Mungkin bagi kami hidup tanpa perencanaan hanyalah milik orang-orang yang tak berpikiran dewasa, tapi "kedewasaan" kami justru yang membuat kami melupakan rencana besar yang bahkan telah tertulis bersamaan dengan dihembuskannya kehidupan dalam segumpal daging kami.
Owh..
Maybe I will not get master degree..
Maybe I will not buy my first car with my own money
Maybe I will not around the world by myself
and Maybe I will not get married after 27
But
Maybe I will with u
Que Sera Sera bos...
Tapi begitulah, pada tahun-tahun berikutnya setelah saya sekolah dan kuliah selalu ada rencana akan hal-hal yang saya lakukan 2 atau 3 hari ke depan. Life need a great planning but later I realize that a great planning is not enough.
Dalam rencana besar pasti didukung oleh rencana-rencana kecil, seperti mau berprofesi sebagai apa saya kelak, mau bekerja dimana, mau tinggal dimna, mau menikah di umur berapa, mau punya berapa anak, mau ini..mau itu... Ya..manusia kan memang butuh banyak maunya...tapi sejatinya seberapa bagus rencana itu, tidak akan lebih berharga dari sekedar lamunan jika tanpa keberanian.
Sampai suatu ketika saya bertemu dengan seorang "good planner" yang lain, yang memiliki tingkat analis resiko yang lebih baik dari saya, atau lebih mudahnya manusia yang bertipikal aman melebihi saya. Dan yang terjadi adalah rencana-rencana kami benar-benar sempurna menjadi sebuah master plan mega proyek tanpa target penyelesaian.
When I was young, I fell in love
I asked my sweetheart what lies ahead
Will we have rainbows, day after day
Here's what my sweetheart said.
Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.
The furture's not ours to see, sebuah ungkapan yang mungkin terlupa dari logika kami. Mungkin bagi kami hidup tanpa perencanaan hanyalah milik orang-orang yang tak berpikiran dewasa, tapi "kedewasaan" kami justru yang membuat kami melupakan rencana besar yang bahkan telah tertulis bersamaan dengan dihembuskannya kehidupan dalam segumpal daging kami.
Owh..
Maybe I will not get master degree..
Maybe I will not buy my first car with my own money
Maybe I will not around the world by myself
and Maybe I will not get married after 27
But
Maybe I will with u
Que Sera Sera bos...
Langganan:
Postingan (Atom)