Belakangan saya dikejutkan oleh beberapa fakta yang mencengangkan dari dunia pendidikan di negeri kita tercinta ini, entah apakah saya yang kurang informasi atau memang ini sudah dianggapa "biasa"
Pertama:
Beberapa saat yang lalu obrolan di sebuah milist alumni SMA tempat dulu saya belajar sedang ramai membicarakan tentang SPP yang nominalnya sudah mencapai Rp. 200.000. Nilai itu jauh lebih mahal dari jaman saya bersekolah disana. Status RSBI pastinya jadi satu-satunya alasan nominal SPP yang bernilai internasional tersebut. Dan betapa lebih terkejutnya saya ketika tadi malam saya berbincang-bincang dengan ibu saya yang masih berstatus guru SMA, bahwa sekarang sudah tidak ada SMA yang SPP dibawah 100 rb bahkan untuk sekolah negeri pinggiran ecek-ecek sekalipun...
Kedua:
Salah seorang adik sepupu saya saat ini sedang duduk di kelas 2 SMA dan berasal dari keluarga yang kurang mampu, sekarang kakaknya sedang menempuh kuliah di semester 4 dan biayanya gotong-royong ditanggung keluarga besar kami. Pastinya akan sangat berat ketika si adik akan menempuh kuliah pula. Maka saya pun memulai mencari informasi beasiswa ataupun jalur penerimaan masuk PTN dengan biaya yang paling rendah. Rujukan saya pastinya di alumni tercinta donk yang dulunya digembar-gemborkan sebagai kampus perjuangan, apalagi adik saya tadi juga berminat mengambil jurusan teknik. Keterkejutan saya yang pertama adalah tentang daya tampung mahasiswa dari jalur SNMPTN ujian tulis hanya sekitar kurang lebih 30% dari total mahasiswa keseluruhan, itu sih sudah biasa sebenarnya mengingat saat saya masih kuliah dulu saja penerimaan dr SNMPTN (dulu SPMB) pernah mencapai hanya 50% saja. Keterkejutan yang lebih fantastis lagi adalah ketika membaca nominal SPI, atau gampangnya uang pangkal yang tertulis Rp 5 juta dengan dibelakangnya ada tulisan "
minimal" yang dicetak tebal. Bahkan di sebuah harian nasional tertulis bahwa SPI ini bisa mencapai Rp. 40 jta-Rp. 100 jta disesuaikan dengan jurusan dan tingkat penghasilan orang tua.
untuk kasus pertama, hal yang sebenarnya ingin saya tanyakan apa sih fungsi sekolah RSBI? apakah hal tersebut menjamin lulusannya benar-benar berstandard internasional? ataukah cuma berkelas internasional dalam hal contek masal dan kalau sudah dewasa mahir dalam konspirasi penggelapan uang negara, pemalsuan dokumen negara, dan kemudian kabur menjadi buronan internasional?
untuk kasus kedua, apa sih sebenarnya SNMPTN? Saya baru tahu bahwa ganti-ganti nama ternyata juga merubah sasaran, dahulu semua orang mulai dari anak tukang becak sampai anak Jendral boleh ikut dengan kompetisi yang fair dengan sumbangan yang "pantas" untuk sebuah kampus perjuangan yang mampu mewujudkan mimpi-mimpi "From Zero to Hero". Tapi sekarang??
Memang ada banyak sekali beasiswa yang ditawarkan, mulai dari yang Beasiswa Bidik Misi yang ditawarkan Dirjen DIKTI sampai yang ditawarkan pihak swasta. Tapi sepertinya hanya mereka yang berotak "Super" saja yang bisa menembusnya karena pasti kita sudah tau donk berapa jumlah penduduk miskin di Indonesia jika dibandingkan dengan kuota penerimaan beasiswa, itu belum termasuk dengan penduduk yang "mendadak" memiskinkan diri. Jadi buat calon peserta didik yang berotak lumayan, standard atau diatas rata-rata saja tetapi memiliki kemampuan ekonomi yang lemah, lebih baik kubur saja keinginannya untuk kuliah dan segera bersiap-siap jadi TKI atau buruh tenaga kerja murahan.
Benar juga kalau jaman sudah berbalik, berbalik kembali seperti era penjajahan dulu. Jaman dimana hanya anak pejabat, saudagar dan golongan ningrat saja yang boleh bersekolah. Bedanya dulu kita dikekang agar tidak berkembang oleh bangsa lain, tapi sekarang kita justru dikekang oleh bangsa kita sendiri...
Alangkah lucunya negeri ini....